Bisnis kos-kosan telah menjadi salah satu peluang usaha yang menguntungkan di Indonesia, terutama di kota besar dengan populasi mahasiswa dan pekerja yang tinggi. Namun, banyak pemilik kos yang belum sepenuhnya memahami kewajiban perpajakan yang melekat pada usaha ini. Padahal, pemenuhan kewajiban pajak bukan hanya soal kepatuhan hukum, tetapi juga mencerminkan tanggung jawab pemilik usaha dalam mendukung pembangunan negara.
Table of Contents
Pajak kos-kosan diatur oleh berbagai regulasi yang membedakan antara usaha kecil dengan fasilitas sederhana dan kos-kosan komersial yang menyediakan layanan tambahan. Jenis pajak yang berlaku, seperti Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bergantung pada skala usaha serta jumlah pendapatan. Artikel ini akan membahas jenis-jenis pajak yang berlaku untuk kos-kosan, kriteria kewajiban pajak, serta cara menghitung dan membayar pajak bagi pemilik usaha kos.
1. Jenis Pajak yang Berlaku
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan (PPh) wajib dibayarkan oleh pemilik kos atas pendapatan yang diperoleh dari bisnis kos. Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018, pemilik kos yang masuk kategori usaha kecil dan menengah (UMKM) dengan pendapatan bruto tahunan kurang dari Rp4,8 miliar dikenakan tarif 0,5% dari omzet bruto. Hal ini mempermudah pelaku usaha skala kecil dalam membayar pajak. Namun, jika penghasilan tahunan melebihi Rp4,8 miliar, maka tarif pajak progresif berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan berlaku. Tarif progresif ini dimulai dari 5% hingga 30% tergantung pada jumlah penghasilan yang diperoleh.
Pajak Penghasilan (PPh) ini tidak hanya berlaku untuk pemilik kos perorangan, tetapi juga untuk badan usaha yang mengelola properti kos-kosan. Pemilik kos wajib menghitung penghasilan bersih setelah dikurangi biaya operasional dan membayar sesuai tarif yang berlaku. Dengan membayar PPh, pemilik kos menunjukkan kepatuhan terhadap hukum sekaligus mendukung penerimaan negara.
Sebagai catatan, penghitungan PPh akan lebih sederhana jika pemilik kos memilih menggunakan tarif 0,5% dari omzet bruto berdasarkan PP 23/2018. Hal ini biasanya berlaku untuk usaha kos dengan pengelolaan sederhana. Namun, bagi kos yang dikelola sebagai bisnis besar, perhitungan pajaknya harus lebih terperinci, termasuk pengurangan biaya operasional.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Selain PPh, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat dikenakan pada bisnis kos yang berskala besar. Berdasarkan peraturan, kos-kosan dengan lebih dari 10 kamar dianggap sebagai usaha komersial yang wajib memungut PPN sebesar 11% dari omzet. PPN ini mencerminkan pengelolaan kos sebagai usaha dengan layanan tambahan, misalnya fasilitas laundry, catering, atau layanan pendukung lainnya.
Namun, bagi pemilik kos dengan jumlah kamar kurang dari 10 atau yang hanya menawarkan kamar tanpa fasilitas tambahan, biasanya dikecualikan dari PPN. Hal ini dianggap sebagai bisnis kecil dengan sifat sederhana yang tidak masuk kategori usaha komersial. Pemilik kos tetap perlu mencermati jumlah kamar dan layanan yang ditawarkan agar mengetahui apakah mereka masuk kategori wajib PPN.
Pengelolaan kos yang berbadan usaha juga harus memperhatikan kewajiban ini. Jika usaha kos memenuhi kriteria kena PPN, pemilik wajib melaporkan dan membayarkan pajak setiap bulannya. Hal ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Kriteria Bisnis Kos yang Wajib Pajak
Jumlah Kamar
Kriteria utama yang menentukan kewajiban pajak adalah jumlah kamar kos. Usaha kos-kosan dengan jumlah kamar di bawah 10 biasanya hanya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) tanpa kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebaliknya, jika jumlah kamar melebihi 10, bisnis kos dianggap usaha komersial yang berorientasi pada laba besar. Dalam kasus ini, pemilik kos juga dikenakan PPN sebesar 11%.
Perbedaan ini bertujuan untuk membedakan usaha kos kecil yang dikelola individu dengan usaha kos besar yang dikelola secara profesional. Oleh karena itu, pemilik kos harus memahami jumlah kamar sebagai acuan awal untuk menentukan kewajiban pajaknya.
Fasilitas yang Disediakan
Fasilitas yang ditawarkan juga memengaruhi kewajiban pajak. Jika kos hanya menyediakan kamar sederhana tanpa fasilitas tambahan, biasanya dianggap sebagai usaha kecil. Namun, jika terdapat layanan seperti laundry, catering, atau pembersihan kamar, kos tersebut bisa dikategorikan sebagai bisnis komersial. Hal ini meningkatkan peluang dikenakannya PPN karena layanan tambahan dianggap sebagai bagian dari nilai komersial.
Bentuk Badan Usaha
Pemilik kos yang mengelola bisnis secara individu cenderung hanya dikenakan PPh. Namun, jika bisnis kos berbentuk badan usaha seperti CV atau PT, kewajiban perpajakannya menjadi lebih kompleks. Selain PPh dan PPN, badan usaha juga harus mematuhi regulasi perpajakan lainnya, seperti kewajiban pelaporan pajak yang lebih rinci dan pembayaran pajak bulanan. Oleh karena itu, bentuk pengelolaan kos sangat menentukan jenis pajak yang harus dipatuhi.
3. Cara Menghitung Pajak Kos-Kosan
Menghitung Pajak Penghasilan (PPh)
PPh untuk usaha kos-kosan dihitung berdasarkan omzet bruto atau pendapatan bersih setelah dikurangi biaya operasional, tergantung pada ketentuan yang berlaku. Misalnya, jika seorang pemilik kos memperoleh pendapatan bulanan Rp20 juta, maka pendapatan tahunan mencapai Rp240 juta. Dengan tarif 0,5% berdasarkan PP 23/2018, pajak yang harus dibayarkan adalah Rp240 juta x 0,5% = Rp1,2 juta per tahun.
Jika omzet tahunan melebihi Rp4,8 miliar, perhitungan PPh menjadi lebih rumit. Tarif progresif berdasarkan UU PPh Pasal 17 berlaku, dimulai dari 5% hingga 30%. Dalam hal ini, pemilik kos perlu menghitung penghasilan bersih setelah dikurangi biaya operasional dan dikenakan tarif sesuai bracket pajak.
Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Jika bisnis kos memiliki lebih dari 10 kamar dan masuk kategori usaha komersial, PPN sebesar 11% dikenakan pada omzet bulanan. Misalnya, dengan pendapatan bulanan Rp20 juta, PPN yang harus dibayarkan adalah Rp20 juta x 11% = Rp2,2 juta per bulan.
PPN ini harus dipungut dari penyewa kamar kos sebagai bagian dari tarif sewa dan dilaporkan setiap bulan melalui DJP Online. Pemilik kos perlu memastikan seluruh pendapatan dilaporkan secara akurat untuk menghindari sanksi administrasi.
Pentingnya Catatan Keuangan
Agar perhitungan pajak lebih mudah dan akurat, pemilik kos perlu mencatat setiap pemasukan dan pengeluaran secara rinci. Dengan pembukuan yang baik, pemilik dapat menghitung pajak secara tepat dan mengurangi risiko kesalahan pelaporan.
Catat dan Kelola Keuangan Kos dengan SuperKos!
Mengelola bisnis kos-kosan bisa menjadi tantangan, terutama dalam hal pembukuan, penagihan, dan komunikasi dengan penyewa. Untuk mempermudah pengelolaan, SuperKos hadir sebagai solusi lengkap bagi pemilik kos. Dengan fitur-fitur seperti penagihan sewa, pembukuan yang terintegrasi, pengelolaan operasional kos, dan komunikasi yang efisien, SuperKos memungkinkan Anda mengelola dan mengembangkan bisnis kos kapan saja dan di mana saja. Dengan menggunakan SuperKos, Anda tidak hanya menghemat waktu dan tenaga, tetapi juga memastikan usaha kos Anda berjalan secara profesional dan terorganisir. Segera coba SuperKos dan rasakan kemudahannya!